puisi-puisiku

6.09.2011

taufiq ismail

Rindu Pada Stelan Jas Putih dan Pantalon Putih Bung Hatta


Di awal abad 21, pada suatu Subuh pagi aku berjalan kaki di Bukittinggi,
Hampir tak ada kabut tercantum di leher Singgalang dan Merapi, yang belum
dilangkahi matahari,

Lalu lintas kota kecil ini dapat dikatakan masih begitu sunyi,

Menurun aku di Janjang Ampek Puluah, melangkah ke Aue Tajungkang,
berhenti aku di depan rumah kelahiran Bung Hatta,

Di rumah beratap seng nomor 37 itulah, di awal abad 20, lahir seorang
bayi laki-laki yang kelak akan menuliskan alphabet cita-cita bangsa di
langit pemikirannya dan merancang peta Negara di atas prahara sejarah
manusianya,

Dia tak suka berhutang. Sahabat karibnya, Bung Karno, kepada
gergasi-gergasi dunia itu bahkan berteriak, "Masuklah kalian ke neraka
dengan uang yang kalian samarkan dengan nama bantuan, yang pada
hakekatnya hutang itu".

Suara lantang 39 tahun yang silam itu terapung di Ngarai Sianok, hanyut
di Kali Brantas, menyelam di Laut Banda, melintas di Selat Makassar,
hilang di arus Sungai Mahakam, kemudian tersangkut di tenggorokan 200
juta manusia,

Dua ratus juta manusia itu, terbelenggu rantai hutang di tangan dan kaki,
di abad kini. Petinggi negeri di lobi kantor Pusat Pegadaian Dunia duduk
antri, membawa kaleng kosong bekas cat minta sekedarnya diisi. Setiap
mereka pulang, hutang menggelombang, setiap bayi lahir langsung dua puluh
juta rupiah berkalung hutang, baru akan lunas dua generasi mendatang.

II

Jalan kaki pagi-pagi di Bukittinggi, aku merenung di depan rumah beratap
seng di Aue Tajungkang nomor 37 ini, yang di awal abad 20 lalu tempat
lahir seorang bayi laki-laki

Aku mengenang negarawan jenius ini dengan rasa penuh hormat karena
rangkaian panjang mutiara sifat: tepat waktu, tunai janji, ringkas
bicara, lurus jujur, hemat serta bersahaja,

Angku Hatta, adakah garam sifat-sifat ini masuk ke dalam sup kehidupanku?
Kucatat dalam puisiku, Angku lebih suka garam dan tak gemar gincu.
Tujuh windu sudah berlalu, aku menyusun sebuah senarai perasaan rindu,

Rindu pada sejumlah sifat dan nilai, yang kini kita rasakan hancur
bercerai-berai,

Kesatuan sebagai bangsa, rasa bersama sebagai manusia Indonesia, ikatan
sejarah dengan pengalaman derita dan suka, inilah kerinduan yang luput
dari sekitar kita,

Kita rindu pada penampakan dan isi jiwa bersahaja, lurs yang tabung,
waktu yang tepat berdentang, janji yang tunai, kalimat yang ringkas
padat, tata hidup yang hemat,

Tiba-tiba kita rindu pada Bung Hatta, pada stelan jas putih dan pantaloon
putihnya, symbol perlawanan pada disain hedonisme dunia, tidak sudi
berhutang, kesederhanaan yang berkilau gemilang,

Kesederhanaan. Ternyata aku tak bisa hidup bersahaja. Terperangkap dalam
krangkeng baja materialisme, boros dan jauh dari hemat, agenda serba
bendaku ditentukan oleh merek 1000 produk impor, iklan televise dan gaya
hidup imitasi,

Bicara ringkas. Susah benar aku melisankan fikiran secara padat. Agaknya
genetika Minang dalam rangkaian kromosomku mendiktekan sifat bicaraku
yang berpanjang-panjang. Angk Hatta, bagaimana Angku dapat bicara ringkas
dan padat? Teratur dan apik? Aku mengintip Angku pada suatu makan siang
di Jalan Diponegoro, yang begitu tertib dan resik,

Tepat waktu. Bung Hatta adalah tepat waktu untuk sebuah bangsa yang
selalu terlambat. Dari seribu rapat, sembilan ratus biasanya telat.
Kegiatanku yang tepat waktu satu-satunya ialah ketika berbuka puasa.

Kelurusan dan kejujuran. Pertahanan apa yang mesti dibangun di dalam
sebuah pribadi supaya orang bisa selalu jujur? Jujur dalam masalah
rezeki, jujur kepada isteri, jujur kepada suami, jujur kepada diri
sendiri, jujur kepada orang banyak, yang bernama rakyat? Rakyat yang di
tipu terus-menerus itu.

Ketika kita rindu bersangatan kepada sepasang jas putih dan pantaloon
putih itu, kita mohonkan kepada Tuhan, semoga nilai-nilai dan sifat-sifat
luhur yang telah hancur berantakan, kepada kita utuh dikembalikan.

III

Jalan kaki pagi-pagi di Bukittinggi, di depan rumah beratap seng di Aue
Tajungkang nomor 37 ini aku menengok ke kanan dan ke kiri, kemudian aku
masuk ke dalamnya, dan di ruang tamu menatap potret dinding aku berdiri,

Tampaklah Bung Hatta di antara rakyat banyak dalam gambar itu. Tiba-tiba
Bung Hatta keluar dari gambar sepia itu.

Kemudian Bung Hatta berkata: "Ceritakan Indonesia kini menurut kamu"

Aku tergagap bicara. ^Angku, mangadu ambo kini. Angku, saya mengadu
kini. Krisis berlapis-lapis bagaikan tak habis-habis. Krisis ekonomi,
politik, penegakan hokum, pendidikan, pengangguran, kemiskinan, keamanan,
kekerasan, pertumpahan darah, pemecah-belahan, dan di atas semua itu,
krisis akhlak bangsa,

"Otoritarianisme panjang menyuburkan perilaku materialistic, tamak,
serakah, tipu-menipu, konspiratif, mengutamakan keluarga dekat,
memenangkan golongan sendiri, dan tingkah laku feodalistik,

Krisis nilai luhur merubah potret wajah bangsa menjadi anarkis,
bringas, ganas, tak bersedia kalah, tak segan memfitnah, memaksakan
kehendak, pendendam, perusak, pembakar dan pembunuh. Kekerasan, api,
batu, peluru, puing mayat, asap dan bom sampai ke seluruh muka bumi,

Tetapi tentang bom itu, nanti dulu. Sepuluh dua puluh tahun lagi,
lihat, akan terungkap apa sebenarnya sandiwara besar skenario dunia yang
dipaksakan hari ini. Mentang-mentang.

Aku menarik nafas. Bung Hatta diam. Tak ada senyum di wajahnya
Angku Hatta. Harga apa saja di Indonesia naik semua, kecuali satu.
Harga nyawa. Nyawa murah dan luar biasa jatuh nilainya. Di setiap demo
orang mati. Tahanan polisi gampang mati. Pencuri motor dibakar mati.
Anak-anak sekolah belasan tahun dalam tawuran, tanpa rasa salah dengan
ringan membunuh temannya lain sekolah. Mahasiswa senior yang garang
menggasak, menggampar, menyiksa juniornya sampai mati. Tahun depan
pembunuhan di kampus lain di ulang lagi. Dendam dipelihara dan
diturunkan"

Sesak nafasku. Bung Hatta diam. Matanya merenung jauh.

Alkohol, nikotin, judi, madat, putau, ganja dan sabu-sabu telah meruyak
dan mencengkeram negeri kita, mudah dibeli di tepi jalan, di sekolah, di
mana-mana. Indonesia telah menjadi sorga pornografi paling murah di
dunia. Dengan uang sepuluh ribu anak SLTP dengan mudah bisa membeli VCD
coitus lelaki-perempuan kulit putih 60 menit, 6 posisi dan 6 warna.
Anak-anak SD membaca komik cabul dari Jepang. Di televisi peselingkuhan
dianjurkan dan diajarkan."

Gelombang hidup permisif, gaya serba boleh ini melanda penulis-penulis pula.

Penulis-penulis perempuan, muda usia, berlomba mencabul-cabulkan karya,
asyik menggarap wilayah selangkang dan sekitarnya dan kompetisi Gerakan
Syahwat Merdeka. Betapa tekun mereka melakukan rekonstruksi dan
dekonstruksi daftar instruksi posisi syahwat selangkangan abad 21 yang
posmo perineum ini.

Dari uap alkohol, asap nikotin dan narkoba, dari bau persetubuhan liar
20 juta keeping VCD biru, dari halaman-halaman komik dan buku cabul
menyebar hawa lendir yang mirip aroma bangkai anak tikus terlantar tiga
hari di selokan pasar desa ke seluruh negeri.

Aku melihat orang-orang menutup hidung dan jijik karenanya. Jijik. Malu
aku memikirkannya"

Jan aku tenan isin sakpore, sakpore, isin buanget dadi wong Indonesia,
Lek asane dadi nak Indonesia,

Masiripka mancaji to Indonesia,

Jelema Indonesia? Eraeun urang, eraeun,

Malu ambo, sabana malu jadi urang Indonesia,!(*)

Malu aku jadi orang Indonesia.
(*) Bahasa Jawa, Bali, Bugis, Sunda dan Minangkabau.

Aku berhenti bicara. Bung Hatta masih tetap diam. Matanya merenung sangat
jauh. Tiba-tiba bayangan wajahnya menghilang.

IV

Indonesia tersaruk-saruk.
Terpincang-pincang dan sempoyongan,
Dicambuki krisis demi krisis seperti tak habis-habis.
Indonesia kini sedang menangis.
Dari status Negeri Cobaan,
Dia turun derajat menjadi Negeri Azab,
Dan kini sedang bergerak merosot kearah Negeri Kutukan.
Indonesia tak habis-habis menangis.

Kusut, masai,
Nestapa, duka,
Pengap dan gelap.
Dari dalam sumur berlumpur ini,
Dari dasar tubir yang menyesakkan nafas ini
Kami menengadah ke atas,
Masih melihat sepotong langit
Dan mengharapkan cahaya.
Kami tetap berikhtiar,
Terus bekerja keras
Seraya menggumamkan doa.

Tuhan,
Jangan biarkan negeri kami
Yang kini sudah menjadi Negeri Azab,
Bergerak merosot kea rah Negeri Kutukan.

Tuhan,
Mohon,
Jangan ditolak

Do'a kami.

**********************************************************

Presiden Boleh Datang


PRESIDEN BOLEH PERGI
PRESIDEN BOLEH DATANG

Sebuah orde tenggelam
sebuah orde timbul
tapi selalu saja ada suatu lapisan masyarakat di atas gelombang itu
selamat
Mereka tidak mengalami guncangan yang berat
Yang selalu terapung di atas gelombang
Seseorang dianggap tak bersalah sampai dia dibuktikan hukum bersalah
Di negeri kami ungkapan ini begitu indah
Kini simaklah sebuah kisah
Seorang pegawai tinggi gajinya satu setengah juta rupiah
Di garasinya ada Volvo hitam, BMW abu-abu,
Honda metalik, dan Mercedes merah
Anaknya sekolah di Leiden, Montpellier dan Savana
Rumahnya bertebaran di Menteng, Kebayoran dan macam-macam indah
Setiap semester ganjil istri terangnya belanja di Hongkong dan Singapura

Setiap semester genap istri gelapnya liburan di Eropa dan Afrika
Anak-anaknya ....
Anak-anaknya pegang dua pabrik, tiga apotik dan empat biro jasa
Selain sepupu dan kemenakannya buka lima toko onderdil,
lima biro iklan, dan empat pusat belanja.
Ketika rupiah anjlok terperosok, kepeleset macet dan hancur jadi bubur,
dia, hah!
dia ketawa terbahak-bahak karena depositonya dolar Amerika semua
Sesudah matahari dua kali tenggelam di langit Barat,
jumlah rupiahnya melesat sepuluh kali lipat
Krisis makin menjadi-jadi
Di mana-mana orang antri
Maka 100 kotak kantong plastik hitam dia bagi-bagi
Isinya masing-masing:
Lima genggam beras, empat cangkir minyak goreng,
dan tiga bungkus mie cepat jadi.
Peristiwa murah hati ini diliput dua menit di kotak televisi
dan masuk koran halaman lima pagi sekali
Gelombang mau datang,
Datang lagi gelombang setiap bah air pasang
Dia senantiasa terapung di atas banjir bandang
Banyak orang tenggelam toh mampu timbul lagi
lalu ia berkata sambil berdiri:
Yaaa... masing-masing kita kan punya sejeki sendiri-sendiri
Seperti bandul jam bergoyang-goyang kekayaan misterius mau diperiksa
Kekayaan... tidak jadi diperiksa
Kakayaan... mau diperiksa
Kekayaan... tidak jadi diperiksa
Kekayaan... mau diperiksa
Kekayaan... tidak jadi diperiksa
Kekayaan... harus diperiksa
Kekayaan... tidak jadi diperiksa
********************************************************************************


NASEHAT-NASEHAT KECIL ORANG TUA
PADA ANAKNYA BERANGKAT DEWASA


Jika adalah yang harus kaulakukan
Ialah menyampaikan kebenaran
Jika adalah yang tidak bisa dijual-belikan
Ialah ang bernama keyakinan
Jika adalah yang harus kau tumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Jika adalah orang yang harus kauagungkan
Ialah hanya Rasul Tuhan
Jika adalah kesempatan memilih mati
Ialah syahid di jalan Ilahi

April, 1965
**************************************************************************

Mencari Sebuah Mesjid

Aku diberitahu tentang sebuah masjid
yang tiang-tiangnya pepohonan di hutan
fondasinya batu karang dan pualam pilihan
atapnya menjulang tempat tersangkutnya awan
dan kubahnya tembus pandang, berkilauan
digosok topan kutub utara dan selatan

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang sepenuh dindingnya yang transparan
dihiasi dengan ukiran kaligrafi Quran
dengan warna platina dan keemasan
berbentuk daun-daunan sangat beraturan
serta sarang lebah demikian geometriknya
ranting dan tunas jalin berjalin
bergaris-garis gambar putaran angin

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang masjid yang menara-menaranya
menyentuh lapisan ozon
dan menyeru azan tak habis-habisnya
membuat lingkaran mengikat pinggang dunia
kemudian nadanya yang lepas-lepas
disulam malaikat menjadi renda-renda benang emas
yang memperindah ratusan juta sajadah
di setiap rumah tempatnya singgah

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang sebuah masjid yang letaknya di mana
bila waktu azan lohor engkau masuk ke dalamnya
engkau berjalan sampai waktu asar
tak bisa kau capai saf pertama
sehingga bila engkau tak mau kehilangan waktu
bershalatlah di mana saja
di lantai masjid ini, yang luas luar biasa

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang ruangan di sisi mihrabnya
yaitu sebuah perpustakaan tak terkata besarnya
dan orang-orang dengan tenang membaca di dalamnya
di bawah gantungan lampu-lampu kristal terbuat dari berlian
yang menyimpan cahaya matahari
kau lihat bermilyar huruf dan kata masuk beraturan
ke susunan syaraf pusat manusia dan jadi ilmu yang berguna
di sebuah pustaka yang bukunya berjuta-juta
terletak di sebelah menyebelah mihrab masjid kita

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang masjid yang beranda dan ruang dalamnya
tempat orang-orang bersila bersama
dan bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbuka
dan pendapat bisa berlainan namun tanpa pertikaian
dan kalau pun ada pertikaian bisalah itu diuraikan
dalam simpul persaudaraan yang sejati
dalam hangat sajadah yang itu juga
terbentang di sebuah masjid yang mana

Tumpas aku dalam rindu
Mengembara mencarinya
Di manakah dia gerangan letaknya ?

Pada suatu hari aku mengikuti matahari
ketika di puncak tergelincir dia sempat
lewat seperempat kuadran turun ke barat
dan terdengar merdunya azan di pegunungan
dan aku pun melayangkan pandangan
mencari masjid itu ke kiri dan ke kanan
ketika seorang tak kukenal membawa sebuah gulungan
dia berkata :

"Inilah dia masjid yang dalam pencarian tuan"

dia menunjuk ke tanah ladang itu
dan di atas lahan pertanian dia bentangkan
secarik tikar pandan
kemudian dituntunnya aku ke sebuah pancuran
airnya bening dan dingin mengalir beraturan
tanpa kata dia berwudhu duluan
aku pun di bawah air itu menampungkan tangan
ketika kuusap mukaku, kali ketiga secara perlahan
hangat air terasa, bukan dingin kiranya
demikianlah air pancuran
bercampur dengan air mataku
yang bercucuran.

Jeddah, 30 Januari 1988
Taufiq Ismail
**************************************************************************

Memang selalu demikian, Hadi

Setiap perjuangan selalu melahirkan
Sejumlah pengkhianat dan para penjilat
Jangan kau gusar, Hadi

Setiap perjuangan selalu menghadapkan kita
Pada kaum yang bimbang menghadapi gelombang
Jangan kau kecewa, Hadi

Setiap perjuangan yang akan menang
Selalu mendatangkan pahlawan jadi-jadian
Dan para jagoan kesiangan

Memang demikianlah halnya, Hadi

1966
******************************************************************


Tidak ada komentar:

Pengikut